Thursday, May 24, 2007

peNdapaT sebaGiAn oRang tenTang kebIasAN DuGem

Dugem merupakan gaya hidup instan yang cuma menawarkan kesenangan semu. Belum lagi, aneka 'jebakan' yang ada di sana.

Pernah denger istilah dugem, kan? Saat ini, memang tak sedikit anak muda yang keranjingan dugem (dunia gemerlap malam) atau istilah lainnya dulalip (dunia kelap kelip malam). Dugem atau dulalip adalah kebiasaan sebagian anak muda perkotaan yang, meminjam kata-kata pakar bisnis terkemuka, Pak Rhenald Kasali, high maintenance. Mereka, rata-rata berasal dari keluarga berada, dan gemar mengikuti berbagai tren gaya hidup yang lagi hot.

Entah sejak kapan istilah dugem atau dulalip mulai populer di kancah gaul anak-anak muda kota besar. Tapi kayaknya, bagi mereka, dugem merupakan alternatif untuk mengisi waktu di akhir pekan. Biasanya sih, mereka itu nongkrong di kafe, dengerin musik di pub, nyanyi di rumah karaoke, joget di diskotek atau jalan-jalan keliling kota lalu nongkrong di tempat tertentu hingga menjelang pagi.

Kalau diamati, penampilan anak-anak yang suka dugem juga sangat khas. Mereka itu suka dandan modis, gemar begadang, punya bahasa pergaulan sendiri, dan tidak keberatan merogoh koceknya (hingga berapa pun) demi membayar cover charge (tarif masuk) dan makanan yang mereka nikmati di tempat clubbing (begitu mereka menyebut aktivitas kumpul-kumpul di tempat hiburan malam).

Kalau ditanya alasan mereka dugem, jawabannya macem-macem. Ada yang beralasan untuk melepas stres, ada pula yang ingin mencari kesenangan atau refreshing di akhir pekan. Tak sedikit pula yang dugem dengan alasan untuk melepaskan tekanan atau kepenatan di rumah. Malah, ada juga yang dugem lantaran mengaku sudah hobi berat.

Yanti, cewek asal Jakarta, mengaku suka dugem untuk mencari hiburan. ''Itu pun rame-rame sama temen-temen satu geng. Biasanya, gue dugem pada malam Minggu, nongkrong di parkiran PS (Plaza Senayan). Biasa, cuci mata dulu, setelah bosen kita-kita lanjut ke diskotek,'' tutur siswi salah satu SMU terkemuka di Jakarta ini.

Hampir sama dengan Yanti, Lady yang juga pelajar SMU di Jakarta bilang, dugem itu ya pergi ke diskotek atau tempat hiburan malam lainnya. ''Dugem di malam minggu? Wah, kayaknya asyik banget deh. Kita bisa kumpul bareng, dengerin musik fave sambil berdisko. Pikiran penat gue langsung ilang''. Tapi, nggak semua anak muda seperti mereka lho. Banyak juga remaja yang tak suka menghabiskan malam Minggu di lantai diskotek atau hura-hura di tempat-tempat hiburan malam yang menguras banyak uang.

Puspitasari, pelajar SMU di Depok, lebih suka mencari tempat makan atau nonton ke bioskop ketimbang ngeluyur ke diskotek atau kafe. ''Gue sebenarnya nggak demen dugem, tapi nggak ada salahnya kan gue sekali-kali keluar malam rame-rame sama temen-temen. Paling-paling cari tempat makan yang enak-enak atau pergi nonton,'' katanya. Ia berpendapat, kebiasaan dugem ke diskotek terjadi karena salah gaul. ''Ketimbang dugem ke diskotek mendingan juga dengerin musik atau nonton teve di rumah,'' tambah cewek yang biasa dipanggil Puspita ini.

Pendapat hampir senada dikatakan Dedi Fernando, mantan pelajar SMU 38 Jakarta, yang pernah keranjingan dugem. Tapi kini, Dedi tak mau deket-deket lagi sama yang namanya dugem. Di matanya, dugem nggak ada manfaatnya. ''Siapa bilang ngedugem itu asyik dan dapat menghilangkan stres. Yang ada gue malah tambah stres, hidup gue jadi rumit dan nggak karuan. Udah gitu, ngabis-ngabisin duit lagi''. Dedi cerita, tak sedikit temen-temennya yang keseringan dugem malah jadi orang stres beneran. Betapa tidak, banyak temennya yang suka dugem, terjerumus narkoba. Duit mereka habis, harta benda orangtuanya juga habis dijual hanya untuk hura-hura dan beli narkoba. ''Malah, ada yang dipenjara karena pas ada razia diskotek, dia kedapatan sedang pakai narkoba. Pokoknya ngedugem itu malah menimbulkan banyak masalah, nggak usah deh ikut-ikutan,'' katanya menghimbau.

Kesenangan semu
Pendapat Dedi dan Puspita itu dibenarkan oleh dosen Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, Bu Inna Mutmainah. Dijelaskan oleh Bu Inna, anak muda memang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan berkomunitas. Mereka paling senang nongkrong bersama kelompok dan teman-teman sebayanya. Dalam bergaul ini, selalu ada tekanan dari dalam diri si anak untuk melakukan hal yang sama dengan teman satu kelompok. Nah, tekanan itu akan membuat dia mempertanyakan kembali nilai yang selama ini telah tertanam dalam dirinya.

Karena itu, kamu mesti pintar-pintar memilih teman. Menurut Bu Inna, perilaku remaja yang suka dugem diakibatkan oleh pengaruh lingkungan dan pergaulan. Sekali-kali, jalan-jalan pada malam hari di mal, makan di restoran atau nonton sih nggak apa-apa. ''Tapi kalau sudah pergi ke diskotek, kafe atau pub, berarti sudah salah gaul,'' ujar Bu Inna. Lebih jauh Bu Inna berpendapat, dugem ke diskotek itu penyakit, apalagi jika sudah menjadi suatu kebutuhan. ''Dugem ke diskotek itu tidak ada manfaatnya, buang-buang waktu, dan uang''.

Jika mereka bilang pergi dugem untuk mencari kesenangan, maka menurut Bu Inna, kesenangan yang mereka dapat itu merupakan kesenangan semu. Jadi, ketimbang mendapat kesenangan semu, mengapa tak mencari acara di malam Minggu yang lebih positif?

Soal buang-buang uang saat dugem, simak deh penuturan Pak Rhenald Kasali. Dalam sebuah seminar tentang gaya hidup remaja di kota besar, belum lama ini, Pak Rhenald dengan tegas mengatakan, dugem benar-benar merupakan aktivitas yang membuang-buang uang alias wasting money. Bayangkan aja, untuk sekali dugem para clubber (istilah untuk mereka yang hobi clubbing di diskotek) sedikitnya mesti mengeluarkan 100 ribu rupiah untuk bayar cover charge dan minuman, baik non-alkohol maupun beralkohol.

Selain minuman beralkohol, diskotek dan tempat hiburan malam umumnya juga 'dekat' dengan narkoba. Bahkan ada yang bilang, dugem ke diskotek tanpa narkoba ibarat sayur tanpa garam! Wah, gawat sekali. Kalau gitu, apa dugem perlu buat kamu?
(ruz )











© 2006 Hak Cipta oleh Republika Online

No comments: